BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Umumnya reaksi
kimia terjadi dalam larutan, antara ion atau molekul yang terlarut dalam air
atau pelarut lain. Selain itu, pemanfaatan suatu zat tidak selalu dalam keadaan
murni tetapi dilarutkan ke dalam zat lain. Atau ketika memanfaatkan suatu zat
maka zat tersebut harus berada dalam media lain atau media dimana zat lain
berada. Oleh karena itu sebelum zat dimanfaatkan atau bereaksi dengan zat lain
maka perlu dipahami lebih dahulu: (a) sifat-sifat makroskopik
keadaan murni masing-masing zat pembentuk larutan, dan (b) apa yang terjadi
bila masing-masing zat pembentuk larutan tersebut yang disebut zat terlarut dan
pelarut dicampurkan.
Salah satu konsep dasar yang
penting untuk memahami ini adalah adanya gaya-gaya atau energi interaksi
antarmolekul antara zat terlarut dan pelarut. Salah satu hukum yang menjelaskan
gaya-gaya interaksi antarmolekul adalah potensial Lennard-Jones(1).
Hasil pencampuran dapat mempengaruhi sifat-sifat zat murni seperti kelarutan,
titik didih, dan titik leleh.
Dalam dunia tekstil, larutan
sangat berguna pada saat proses persiapan penyempurnaan ataupun proses
penyempurnaan tekstil. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai mahasiswa
tekstil khususnya mahasiswa jurusan kimia tekstil mengetahui jenis-jenis
larutan. Tidak hanya jenisnya saja, sebagai mahasiswa kita harus kritis. Kita
harus mengetahui mekanisme yang terjadi pada setiap jenis larutan sehingga
larutan tersebut memiliki beberapa sifat yang khas.
B.
Rumusan
Masalah
Pada proses kimia,
umumnya tidak akan terlepas dari yang namanya larutan. Begitupun dengan
proses-proses kimia yang terjadi pada saat pembuatan bahan tekstil. Larutan
berperan penting pada saat pembuatan bahan tekstil. Untuk mendapakan hasil
bahan tekstil yang diharapkan, tentunya kita harus mengetahui campuran dari larutan
yang akan digunakan. Dengan demikian, kita akan mendapatkan bahan tekstil yang
unggul.
Salah satu jenis
larutan yang digunakan adalah larutan non elektrolit. Mengapa disebut larutan
non elektrolit? Bagaimana mekanisme yang terjadi sehingga disebut larutan non
elektrolit? Pada saat proses pembuatan bahan tekstil apakah larutan non
elektrolit digunakan? Semua pertanyaan tersebut akan kami bahas dalam makalah
ini.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuannya adalah
mengetahui jenis larutan non elektrolit serta pengaplikasikannya dalam dunia
tekstil.
BAB II ANALISIS
A.
Definisi
Larutan
Gambar 2.1 Proses
Pelarutan
Larutan merupakan
fase yang setiap hari ada disekitar kita. Suatu sistem
homogen yang mengandung dua atau lebih
zat yang masing-masing komponennya tidak bisa dibedakan secara fisik
disebut larutan, sedangkan suatu sistem yang
heterogen disebut campuran. Biasanya istilah larutan dianggap
sebagai cairan yang mengandung zat terlarut, misalnya padatan
atau gas dengan kata lain larutan tidak
hanya terbatas pada cairan saja.
Komponen dari larutan terdiri
dari dua jenis, pelarut dan zat terlarut, yang dapat
dipertukarkan tergantung jumlahnya. Pelarut merupakan
komponen yang utama yang terdapat dalam jumlah yang banyak, sedangkan
komponen minornya merupakan zat terlarut. Larutan
terbentuk melalui pencampuran dua atau
lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi
langsung dalam keadaan tercampur. Semua gas bersifat dapat
bercampur dengan sesamanya, karena itu campuran gas adalah
larutan. Proses pelarutan dapat diilustrasikan seperti
Gambar di atas.
B.
Larutan
Non Elektrolit
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, hal ini disebabkan karena
larutan tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak meng-ion). Yang termasuk dalam larutan non
elektrolit antara lain:
Urea
adalah senyawa organik yang tersusun dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4
atau (NH2)2CO.
Urea juga dikenal dengan nama carbamide
yang terutama digunakan di kawasan Eropa. Nama lain yang juga sering dipakai
adalah carbamide resin, isourea, carbonyl diamide dan carbonyldiamine.
Senyawa ini adalah senyawa organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik, yang
akhirnya meruntuhkan konsep vitalisme.
Gambar
2.2 Skema pembentukan Urea
Sukrosa
merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa
unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul
C12H22O11. Senyawa ini dikenal sebagai sumber
nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan
Penambahan sukrosa dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Sukrosa atau
gula dapur diperoleh dari gula tebu atau gula beet. Unit glukosa dan fruktosa diikat oleh jembatan
asetal oksigen dengan orientasi alpha. Struktur ini mudah dikenali karena
mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa. Proses fermentasi
sukrosa melibatkan mikroorganisme yang dapat memperoleh energi dari substrat
sukrosa dengan melepaskan karbondioksida dan produk
samping berupa senyawaan alkohol. Penggunaan ragi (yeast) ini dalam proses
fermentasi diduga merupakan proses tertua dalam bioteknologi dan sering disebut
dengan zymotechnology. Sukrosa diproduksi sekitar 150 juta ton setiap tahunnya.
Glukosa,
suatu gula monosakarida, adalah salah satu
karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi
hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan
salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami
(D-glukosa) disebut juga dekstrosa,
terutama pada industri pangan.
Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa—monosakarida yang
mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus
-CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin
yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat
pada gugus samping hidroksil
dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di
luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada
dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0.0026%
pada pH 7.
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana dalam biologi. Kita dapat menduga
alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak
digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah
tersedia bagi sistem biokimia
primitif. Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah
kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak
mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju glikosilasi ini dikarenakan glukosa
yang kebanyakan berada dalam isomer siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi
akut seperti diabetes,
kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal (‘’peripheral
neuropathy’’), kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein.
Gambar 2.4 Bentuk rantai D-Glukosa
Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis enzim, glukosa
teroksidasi hingga akhirnya membentuk karbon dioksida dan air, menghasilkan energi, terutama dalam bentuk ATP. Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari polisakarida.
Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida).
Dekstrosa terbentuk akibat larutan D-glukosa berotasi terpolarisasi
cahaya ke kanan. Dalam kasus yang
sama D-fruktosa disebut
"levulosa" karena larutan levulosa berotasi terpolarisasi cahaya ke
kiri.
alkohol
sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol; dan kadang untuk minuman yang mengandung
alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan
dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu
juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol yang dimaksudkan
adalah etanol. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang
lebih luas lagi.
Dalam kimia,
alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada
atom karbon, yang ia sendiri
terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.
- Alasan Larutan Nonelektrolit Tidak Dapat Menghantarkan Arus Listrik
Struktur geometri molekul, sangat
penting untuk menentukan kepolaran suatu molekul. Molekul dapat membentuk
berbagai jenis struktur, dan salah satu diantaranya adalah yang paling stabil,
misalnya glukosa. Larutan
gula yang merupakan senyawa kovalen nonpolar tdak dapat mengantarkan listrik
karena larutan gula tidak dapat terurai menjadi ion-ionnya.
Senyawa kovalen dikatakan non polar jika
senyawa tersebut tidak memiliki perbedaan keelektronegatifan. Dengan demikian,
pada senyawa yang berikatan kovalen tidak terjadi pengutuban muatan. Ikatan kovalen
nonpolar adalah ikatan kovalen yang Pasangan Elektron Ikatannya (PEI)
tertarik sama kuat ke arah atom-atom yang berikatan. Senyawa kovalen nonpolar
terbentuk antara atom-atom unsur yang mempunyai beda keelektronegatifan nol
atau mempunyai momen dipol = 0 (nol) atau mempunyai bentuk molekul simetri.
Gambar 2.5
Struktur 3-dimensi segmen polimer selulosa
Berikut adalah struktur geometri molekul NH3,
gambar 2.6 , dan interaksi antarmolekul antar NH3, gambar 2.7 , yang
diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (1):
Gambar 2.6 Struktur 3-dimensi molekul NH3
Gambar 2.7 Struktur 3-dimensi antarmolekul NH3
D. Perbedaan Larutan Non Elektrolit dengan Larutan
Elektrolit
Gambar 2.8 Tabel Perbedaan Larutan Elektrolit dengan
Larutan Non-Elektrolit
Gambar 2.9 Reaksi molekul-molekul Larutan
Non-Elektrolit, Larutan Elektrolit Kuat, dan Larutan Elektrolit Lemah
E.
Pengaplikasian Larutan
Non-Elektrolit Dalam Dunia Tekstil
1.
Penggunaan
urea :
·
Bahan anti ciut dalam pembuatan
tekstil.
·
Untuk menambah ketuaan warna pada
bahan dari kapas pada saat pencelupan zat warna reaktif.
2.
Glikol digunakan untuk
pelarut, bahan pelunak, bahan baku industri serat sintetis. Misalnya Dakron.
3.
Gum
xanthan biasa dipakai dalam industri sebagai bahan pengental. Senyawa ini banyak
diproduksi dengan fermentasi di dalam bioreaktor menggunakan proses kultur tertutup. Glukosa, sukrosa, pati,
asam organik, atau hidrolisat molase biasanya digunakan sebagai
sumber karbon, sementara hidrolisat
kasein, limbah kedelai, dan hidrolisat sel khamir merupakan sumber nitrogen yang biasa digunakan. Untuk
menghasilkan produksi gum xanthan yang optimal, sumber karbon biasanya
digunakan berlebih, sedangkan sumber nitrogen dibatasi.
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan
Larutan non-elektrolit
adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik karena molekul-molekulnya
tidak dapat meng-ion. Pada umumnya memiliki ikatan kovalen non-polar. Karena
ikatan kovalen non polar memiliki kelektronegatifan sama dengan nol, sehingga
molekul-molekulnya tidak mudah mengion. Contoh : laruan urea, larutan glukosa,
larutan sukrosa, dan larutan alkohol. Dalam dunia tekstil, larutan
non-elektrolit digunakan untuk bahan pengental, pelarut, bahan anti ciut, dan
bahan serat sintetis.
B.
Saran
Saran dari penyusun adalah
hendaknya kita sebagai mahasiswa tekstil yang kritis mengetahui dan dapat
mengaplikasikan larutan non-elektrolit dengan tepat. Tidak hanya teori yang
kita ketahui, tetapi dalam praktiknya pun kita dapat menggunakan larutan
non-elektrolit dengan secara tepat. Agar menghasilkan bahan tekstil yang sesuai
dengan yang diharapkan.
RUJUKAN INTERNET